Kembali

Sebenarnya, Apa Sih Sociopreneur Itu?

26 May 2019 18.06 WIB - oleh Admin
<
>

Selama sepuluh tahun terakhir, kata ‘sociopreneur’, ‘sociopreneurship’ juga ‘wirausaha sosial’ itu sering berulang-ulang di suarakan di sekitar kita. Bukan hanya di dunia internasional, kata-kata itu bahkan sudah akrab di telinga para penduduk desa. Jadi sebenarnya, apa itu sociopreneur atau Wirausaha Sosial?

Merujuk pada seminar ‘Sociopreneur : Berbisnis & Berbagi’ yang diadakan oleh ISDP (Islamic Sociopreneur Development Program) yang diusung oleh Laznas BSM (Lembaga Zakat Nasional Bank Syariah Mandiri) dan dibawakan oleh Pak Mohammad Iqbal, yang merupakan pembina para sociopreneurs  atau Wirausaha Sosial di berbagai wilayah Indonesia, kita bisa mendapatkan pengertian sociopreneur secara jelas. sociopreneur atau Wirausaha Sosial itu adalah kegiatan berwirausaha berbasis bisnis dengan misi utama menciptakan Social Impact, yang meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat kelas bawah. Misi sociopreneur adalah memandirikan masyarakat kelas bawah.

Menurut Pak Iqbal, kegiatan bisnis dalam sociopreneur bukan untuk profit semata. Kebermanfaatan bagi masyarakat atau pelaku usaha lain dalam rantai nilai / lingkungan sekitar adalah prioritasnya. Titik utama dalam sociopreneurship  adalah adanya masalah di masyarakat yang diselesaikan.

Setiap negara, tentunya memiliki karakter bangsa yang berbeda-beda. Termasuk Indonesia yang punya ciri khas dalam nilai-nilai sociopreneurship. Yaitu suka menolong orang lain, gotong royong, karena itu bisnis tidak untuk memperkaya diri sendiri dan bahagia bila orang lain bisa maju.

Sejarah sociopreneur di Indonesia diawali dari sebelum kemerdekaan. Sarekat Dagang Islam yang diprakarsai oleh HOS Tjokroaminoto, Taman Siswa oleh Boedi Oetomo, Organisasi Masyarakat Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama merupakan organisasi-organisasi massa yang menggunakan prinsip sociopreneurship dalam programnya.

Pada pasca kemerdekaan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan individual juga banyak yang menerapkan nilai-nilai sociopreneurship dalam bisnisnya. Tokoh senior Ir Ciputra hingga tokoh Gen MilenialI Nadiem Makarim juga menerapkan yang sama.

Bidang usaha sociopreneurship  itu luas sekali. Mulai dari Pertanian, contohnya ada Argadaya di Yogyakarta, Lingkungan ada Bank Sampah Swatri di Malang. Di bidang kesehatan ada Asuransi Kesehatan di Malang. Di bidang Pariwisata, ada Desa Wisata Tegal Waru di Bogor. Pendidikan, ada Kampung Inggris, Kediri. Kuliner, ada Cimol di Banyumas. Busana, ada Azkasyah di Bogor. Di bidang Keuangan, ada LKMS alias Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berdiri di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu semua, masih banyak sekali bisnis berbasis sociopreneurship di Indonesia yang tentu akan memakan waktu jika dijelaskan semuanya di sini.

Di desa atau kota, manakah yang lebih berpelulang untuk menerapkan sociopreneurship? Ternyata, peluang menjadi sociopreneur di pedesaan berpeluang lebih besar karena masih banyak Sumberdaya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum terkelola secara maksimal.

Dalam menjalankan sociopreneurship tentu memiliki tantangannya tersendiri. Terutama pada Generasi Milenial saat ini. Bosanan, tidak loyal, individualisme, ingin cepat sukses secara instant merupakan beberapa karakter mayoritas Generasi Milenial yang tentu menghambat jika ingin menjadi sociopreneur. Akibatnya, tentu kepercayaan investor sangat sulit didapatkan. Belum lagi, godaan berupa tawaran gaji menjadi karyawan yang terlihat lebih besar daripada menjadi sociopreneur juga resiko mengalami on the trac penurunan omzet merupakan tantangan tersendiri. Meskipun begitu, Generasi Milenial tentu memiliki sisi positif. Akrab dengan teknologi, banyak ide dan kreatif merupakan modal untuk menjalankan sociopreneurship. Solusi dari semua tantangan itu, adalah para Sociopreneur Generasi Milenial harus berpikir komprehensif dan memiliki mentor yang berfungsi sebagai Guidance atau pemberi arahan, tempat konsultasi, sharing, penyemangat dan pembina bagi sociopreneur agar tetap berada on the track dan mencapai sukses.

Beberapa kata kunci dalam sociopreneurship  adalah saat Kegiatan Wirausaha, dibutuhkan Berbagai Bisnis Potensial dan Mentalitas Dasar Wirausaha. Sociopreneurship juga haruslah berbasis bisnis dengan menggunakan Business Model atau bisa dengan Business Plan dan Business Process. Untuk mendapatkan Social-Impact atau dampak pada sosial masyarakat dibutuhkan Supply Chain (sistem organisasi bisnis) dan Costumer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan). Terakhir, dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah, dibutuhkan Kriteria / Pengukuran Taraf Hidup yang bisa digunakan sebagai patokan. Selain itu, sociopreneur juga harus faham filosofi Pengemis & Pebisnis. Sociopreneur bukan pengemis yang bisanya meminta-minta tetapi ia adalah pebisnis yang pantang meminta.  Dalam kamusnya pebisnis itu bukan “meminta” tetapi “meminjam” dan karena itu bila ia mengajukan pinjaman misalnya kredit dia pasti mengembalikannya.

Semoga pemaparan ini membantu teman-teman untuk lebih memahami  apa dan bagaimana sociopreneurship alias Kewirausahaan Sosial itu. Jadi, siapa di antara teman-teman yang mau menjadi Socialpreneur? ^^